Dalampraktik, pengalaman penulis sebagai hakim HAM mengadili kasus pelanggaran HAM berat Timor Timur 1999 dan Tanjung Priok 1984 di Pengadilan HAM "Ad Hoc" Jakarta (2002-2005), pembentukan pengadilan HAM ad hoc atas kedua peristiwa itu "satu paket", didasarkan pada Keppres No 53/2001 yang diperbarui dengan Keppres No 96/2001.
Jakarta - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Dhahana Putra, mengungkap sejumlah kontribusi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM sejak didirikan pada 7 Juni 1993. Menurut dia, Komnas HAM patut mendapatkan perhatian lebih karena lembaga itu telah menjadi embrio kemunculan berbagai state auxiliary agencies atau lembaga-lembaga sampiran negara."Era Reformasi, ada fenomena baru dalam praktik ketatanegaraan, terutama dengan kehadiran lembaga berbentuk komisi bersifat independen. Dari sekian banyak lembaga, Komnas HAM patut dapat perhatian lebih karena lembaga ini dianggap embrio kemunculan aneka lembaga yang dikenal state auxiliarty agencies," katanya dalam peringatan Diskusi Refleksi 30 Tahun Komnas HAM, Rabu, 7 Juni mengatakan Komnas HAM dibentuk pada masa Orde Baru melalui Ketetapan Presiden Nomor 50 Tahun 1992. Pada Era Reformasi, kata dia,.keberadaan Komnas HAM diperkuat dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. "Sejak saat itu, Komnas HAM diberikan kewenangan penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat," HAM, dia menambahkan, telah banyak berkontribusi positif dalam pemajuan HAM. Hal tersebut dapat dilihat pada semakin pahamnya masyarakat akan nilai-nilai HAM, banyaknya daerah yang sudah terapkan prinsip-prinsip HAM dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan human right city yang mendapat apresiasi dari dunia internasional."Banyak pedoman penerapan HAM dalam kerja-kerja pemerintah yang dihasilkan Komnas HAM, seperti norma standar prosedur tematik HAM yang menjadi acuan dalam mengimplementasikan program kerja pemerintah," kata Selain itu, dia menyebut beberapa dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu dan setelah 2000 telah berhasil dilakukan penyelidikan. Dari 12 kasus pelanggaran HAM berat, 4 kasus telah disidangkan, antara lain kasus Timor Timur, Abepura, Tanjung Priok, dan Paniai. "Sementara 12 kasus lain menunggu segera diselesaikan melalui pengadilan HAM atau penyelesaian nonyudisial," penanganan pemulihan korban HAM secara nonyudisial, kata dia, Komnas HAM turut mendorong munculnya beberapa kebijakan. Di antaranya Kepres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Pelanggaran Nonyudisial HAM Berat Masa Lalu, Inpres Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat, dan Kepres Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksaan Rekomendasi Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat."Besar harapan Komnas HAM dapat lakukan kerja sama dengan berbagai pihak, baik di tingkat nasional. regional, maupun internasional," kata Editor Komnas HAM Sejumlah Anak Eksil 1965 Ingin Jadi WNI
Upayapenyelesaiannya tidaklah mudah. Sejak 1998, hanya perkara Timor Timur pasca-Referendum 1999 dan kasus Tanjung Priok 1984 yang berhasil disidangkan oleh Pengadilan HAM Ad Hoc. Selain kasus masa lalu, ada kasus Abepura yang pernah dibawa ke Pengadilan HAM (permanen). Hasil persidangan terakhir ini masih menyisakan masalah dalam konteks
Represi terhadap massa yang dilakukan oleh aparat dalam peristiwa Tanjung Priok merupakan kasus pelanggaran HAM yang berhasil disidangkan melalui pengadilan HAM Ad Hoc. Kasus Tanjung Priok disidangkan melalui pengadilan HAM Ad Hoc karena? 3 weeks ago Represi terhadap massa yang dilakukan oleh aparat dalam peristiwa Tanjung Priok merupakan kasus pelanggaran HAM yang berhasil disidangkan melalui pengadilan HAM Ad Hoc. Kasus Tanjung Priok disidangkan melalui pengadilan HAM Ad Hoc karena? termasuk kejahatan konektivitas termasuk dalam tindak pidana militer termasuk dalam pelanggaran HAM berat belum diatur dalam undang-undang saat itu terjadi sebelum diundangkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Jawaban E. terjadi sebelum diundangkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Dilansir dari Ensiklopedia, represi terhadap massa yang dilakukan oleh aparat dalam peristiwa tanjung priok merupakan kasus pelanggaran ham yang berhasil disidangkan melalui pengadilan ham ad hoc. kasus tanjung priok disidangkan melalui pengadilan ham ad hoc karena terjadi sebelum diundangkan undang-undang nomor 26 tahun 2000.
Namun ketentuan pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc melalui usul DPR pernah dimohonkan pengujian materi kepada Mahkamah Konstitusi oleh Eurico Guterres. Hasilnya, melalui Putusan MK No. 18/PUU-V/2007 Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa penjelasan Pasal 43 ayat (2) UU 26/2000 sepanjang mengenai kata "dugaan" bertentangan dengan Undang-Undang
PENYELESAIAN kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dinilai lebih efektif dengan membentuk Komisi Kepresidenan ketimbang menjalankan konsep Dewan Kerukunan Nasional DKN. Pemerintah harus mencari solusi agar hak-hak korban terpenuhi. Demikian dikatakan Kepala Divisi Pemantauan Impunitas pada Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Kontras Feri Kusuma dalam konferensi pers Memperingati Peristiwa Tanjung Priok 1984, di kantor Kontras, Jakarta, Rabu 12/9. Insiden berdarah Tanjung Priok pada 12 September 1984 masih menyisakan duka bagi keluarga korban. Kini tepat 34 tahun pascapetaka, pemerintah belum kunjung mengambil sikap, apakah kasus dapat diselesaikan dengan jalan damai atau justru dianggap selesai tanpa menghukum para pelaku. Berdasarkan laporan Komnas HAM, sambung dia, peristiwa kelam di era Orde Baru itu menimbulkan korban sebanyak 79 orang. Perinciannya, 24 korban meninggal dan 55 lainnya mengalami luka serius. Kasusnya berupa pembunuhan secara kilat summary killing, penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang unlawful arrest and detention, penyiksaan torture, dan penghilangan orang secara paksa enforced disappearance. Beruntung pada 2003-2004 digelar pengadilan HAM ad hoc di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Majelis hakim kemudian memutuskan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat pada kasus Tanjung Priok. "Akan tetapi pengadilan gagal menghukum para pelaku dan memenuhi hak-hak korban," ujar Feri. Menurut dia, pengadilan HAM ad hoc bukan hanya gagal memberikan kepastian hukum dengan memvonis bersalah para pelaku, namun ikut gagal memberikan kebenaran yang sejati atas peristiwa tersebut. Realitas itu menjadi salah satu hambatan bagi korban untuk mendapatkan hak kompensasi, rehabilitasi, dan restitusi, seperti yang diatur dalam Pasal 35 ayat 1 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Aktivis Ikatan Keluarga Korban Orang Hilang Indonesia IKOHI Wanmayeti menambahkan kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Tanjung Priok, sejatinya menjadi prioritas pemerintah. Apalagi, janji penuntasan pelbagai kasus itu tercantum dalam visi dan misi pemerintahan Joko Widodo, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN 2014-2019. "Namun hingga kini menjelang masa akhir pemerintahannya, janji akan penuntasan ini belum diwujudkan dalam kebijakan yang nyata. Sehingga, hak-hak korban yang seharusnya dipenuhi oleh negara menjadi terabaikan," tuturnya. Di sisi lain, imbuh dia, pemenuhan hak korban juga menjadi terhambat dengan adanya konsep DKN yang digagas Menkopolhukam Wiranto. Konsep itu bertujuan agar penyelesaian kasus pelanggaran HAM dilakukan dengan musyawarah dan mufakat, ketimbang mengedepankan mekanisme peradilan yang dikawatirkan menimbulkan konflik. "Terlihat bahwa DKN dijadikan sebagai agenda 'cuci tangan' yang melanggengkan impunitas. Itu dijadikan sebagai upaya untuk melarikan diri dari pertanggungjawaban hukum, mengingat Wiranto juga sebagai terduga pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu." Kontras dan IKOHI berharap apabila Komisi Kepresidenan jadi dibentuk maka strukturalnya harus bermaterikan figur yang berintegritas, berpihak pada keadilan, serta memiliki rekam jejak kredibel pada isu-isu HAM. Komisi Kepresidenan yang berada langsung di bawah presiden dipandang sangat tepat untuk menguraikan dan mencari langkah konstruktif menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. "Kami berharap hati nurani negara untuk kami yang selama ini mengalami penderitaan. Apalagi kasus itu seperti perang, serangan letusan bertubi-tubi, hingga ayah saya, Bachtiar, hilang dan belum ditemukan," timpal warga Tanjung Priok, Jakarta Utara, Nurhayati, 52.OL-6
MAMuhammadiyah Pekuncen menerbitkan Buku Siswa - Sejarah Indonesia SMA Kelas XII pada 2022-01-13. Bacalah versi online Buku Siswa - Sejarah Indonesia SMA Kelas XII tersebut. Download semua halaman 151-200.
Aktivisdan pemantau HAM beberapa kali mengkritisi kinerja Kejaksaan Agung dalam kasus Abepura. Elsam, misalnya, pernah meminta agar kasus bentrokan 7 Desember 2000 itu segera dilimpahkan ke pengadilan. Maklum, Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM membatasi waktu penyampaian perkara ke pengadilan.
Kontrasmenilai Komisi Kepresidenan lebih efektif dalam memenuhi hak korban peristiwa Tanjung Priok dibandingkan DKN. Karena pengadilan HAM ad hoc yang pernah digelar pada 2003-2004 pun tidak mampu memberikan kepastian hukum dan menghambat korban mendapatkan hak kompensasi.
E1RC3. kznsig6aqc.pages.dev/72kznsig6aqc.pages.dev/546kznsig6aqc.pages.dev/70kznsig6aqc.pages.dev/139kznsig6aqc.pages.dev/293kznsig6aqc.pages.dev/350kznsig6aqc.pages.dev/408kznsig6aqc.pages.dev/246
kasus tanjung priok disidangkan melalui pengadilan ham ad hoc karena